Tinggalkan Pesan

PEREKRUTAN REPORTER SINGGALANG MASUK SEKOLAH 2012

0 komentar
Apakah kamu:
1. Pelajar tingkat SMP kelas 1, 2, atau 3 atau SMA kelas 1 atau 2
2. Memiliki minat terhadap dunia jurnalistik dan kepenulisan?
Maka, kamulah yang kami cari!

Singgalang Masuk Sekolah adalah halaman khusus pada Harian Umum Singgalang yang diperuntukkan bagi pelajar SMP / SMA untuk berkreasi di bidang jurnalistik dan sastra. Hingga saat ini, awak redaksi yang dikenal sebagai SMSCrew ini berjumlah 21 orang reporter aktif yang merupakan pelajar SMP / SMA dari berbagai sekolah. Beberapa orang alumni SMSCrew pun kini telah tersebar di berbagai universitas kenamaan seperti Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, dan Universitas Andalas.

Kini, redaksi Singgalang Masuk Sekolah membuka kesempatan bagi siswa SMP / SMA untuk bergabung dengan awak redaksi Singgalang Masuk Sekolah masa kerja 2013 dengan persyaratan sebagai berikut:
1. Berstatus pelajar SMP / SMA kelas 1dan 2
2. Diutamakan bagi pelajar yang tidak mengikuti organisasi yang bersifat mengikat
3. Mengirimkan formulir (dapat diunduh di  http://www.ziddu.com/
download/20247078/formulirpendaftaranSMS.docx.docx.html ), artikel bebas (maksimal 2 halaman Microsoft Word), hasil scan kartu pelajar / kartu identitas / surat keterangan masih bersekolah, dan foto close up (minimal 300kb)
4. File dikirimkan ke singgalang_sms@yahoo.com selambat-lambatnya tanggal 1 November 2012

Untuk keterangan lebih lanjut, dapat menghubungi:
1. Awin / SMA Negeri 1 Padang (085760995782)
2. Gibran / SMA Negeri 7 Padang (081947422746)

3. Yane / SMA Negeri 2 Padang (085766573153)
4. Kiki / SMA Negeri 3 Padang (08994674255)
Atau melalui facebook http://facebook.com/rekrutms

Adu Kemampuan Sains di Pra-Olimpiade Sumatera

0 komentar
peserta SMAPSiC saat menghadapi babak penyisihan

SMAPSiC VI + Jr II 2011. Ya, itulah kegiatan yang baru saja diselenggarakan oleh OSIS SMA Negeri 1 Padang. Kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini berjalan dengan lancar. Pertanyaan pertama yang pasti terlintas di pikiran kita semua adalah, kenapa kegiatan pra-Olimpiade dinamakan seperti itu? Menurut Rahmah Amran, Ketua Panitia dari acara tersebut memberi jawaban kepada SMS pada Kamis, (24/02) sebelum acara tersebut di selenggarakan, menuturkan bahwa acara tersebut diberi nama SMAPSiC 6 + Jr 2 2011 karena kegiatan SMAPSiC ini awalnya diadakan hanya untuk kalangan Sekolah Menengah Atas. Dan sudah dilaksanakan sampai enam kali. Baru sejak dua tahun yang lalu, panitia mempunyai ide untuk mengikutsertakan murid-murid dari kalangan Sekolah Menengah Pertama. Jadi, turus “VI” setelah “SMAPSiC” itu berarti enam kali pelaksanaan untuk kalangan SMA, “Jr” yang berarti “Junior” atau kalangan SMP, yang memiliki turus “II”, memiliki arti bahwa pelaksanaan untuk yang kedua kalinya. Dan 2011 itu berarti tahun dilaksanakannya kegiatan ini.
piala SMAPSiC VI+JR II yang diperebutkan
Tujuan dari SMAPSiC ini adalah sebagai wadah penguji kemampuan siswa dalam bidang Sains dan Teknologi. Dan juga bisa menjadi gambaran dari olimpiade Sains tingkat nasional. Pesertanya sendiri dari kalangan SMP se-Sumatera Barat dan SMA se-Sumatera. Peserta yang terdaftar sebagai peserta SMAPSiC ini diluar dugaan. Ketua Pelaksana kegiatan SMAPSiC ini, Ibu Dra. Ernella M.Pd menuturkan jumlah peserta yang diperkirakan berjumlah sekitar 2200. Maka dari itu, sudah di persiapkan fasilitas untuk 3500 orang peserta. Ternyata, dugaan itu salah besar. Peserta yang terdaftar sebelum acara dimulai membludak hingga 5300 peserta. Maka, panitia berusaha mencukupi fasilitas untuk kebutuhan peserta sebanyak itu. Harapan dari Ibu Ernella untuk kegiatan ini, mencari bibit-bibit bidang Sains yang bermutu. Insya Allah pada tahun selanjutnya SMA Negeri 1 akan meningkatkan kegiatan ini menjadi setara dengan Olimpiade Sains Nasional (OSN).
Kegiatan SMAPSiC ini berlangsung selama dua hari. Hari pertama dilakukan untuk seluruh peserta dengan sistem Objektif. Setelah mendapat pemenang dari masing-masing bidang, keesokan harinya (28/02) dilaksanakanlah babak final. Peserta yang bertanding dalam babak final ini melakukan ujian dalam bentuk Essay. Mata pelajaran yang diperlombakan antara lain, untuk tingkat SMA ada delapan mata pelajaran. Yaitu, Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Astronomi, Komputer, dan GeoSains. Sedangkan untuk tingkat SMP ada tiga mata pelajaran yang diperlombakan. Yaitu, Matematika, Fisika, dan Biologi.
Kegiatan ini bekerja sama dengan beberapa sponsor yang terlibat. Antara lain, Bimbingan Belajar Ganesha Operation, Yayasan Baiturrahmah, Semen Padang, dan Bank Nagari. Kegiatan ini juga mendapat dukungan yang besar dari Pemerintah Sumatera Barat, Pemerintah Kota Padang, dan Alumni SMANSA angkatan ‘86. Juga ikut berpartisipasi Arbes FM, Star Radio, dan TVRI.
Pada hari kedua, SMS sempat mewawancarai salah satu panitia dalam sela-sela kesibukannya dalam mengawas peserta. Gaby Devenski dan Elvina Oktavia Tobing menjelaskan tentang tata cara penulisan soal SMAPSiC. Soal olimpiade SMAPSiC ini, diserahkan kepada pihak Ganesha Operation keseluruhannya. Model-model soal sendiri untuk SMP setara dengan soal untuk UN. Setengah dari soal itu pada umumnya ditemukan dalam Olimpiade Nasional. Untuk tingkat SMA, juga sama. Setingkat dengan soal SNMPTN. Peserta sangat antusias dengan adanya kegiatan SMAPSiC ini. Terbukti di penghujung acara, mereka masih semangat mengikuti acara ini.
Pada akhir acara, adalah saat yang ditunggu-tunggu. Yaitu pengumuman pemenang olimpiade ini. Tepuk tangan yang sangat riuh terdengar dari GOR Sudirman, tempat dilaksanakannya acara yang sekaligus menjadi penutupan ini. Dari sekian banyak finalist, hanya enam orang yang akan mendapatkan juara.
Untuk tingkat SMA, Kota Padang berhasil memperebutkan tropi sebanyak 19 buah. Padang Panjang 15 buah, Payakumbuh 3 buah, Bukittinggi 2 buah, dan dari daerah lain hanya bisa mendapatkan satu buah tropi.
Sedangkan untuk tingkat SMP, Kota Padang berhasil merebut tropi sebanyak 11 tropi. Solok sebanyak 3 buah, dan daerah lain hanya mendapatkan satu.
Untuk itu, SMAN 1 Padang Panjang dan SMPN 8 Padang berhak menyandang gelar Juara Umum SMAPSiC VI + Jr II dan memboyong piala bergilir dari Gubernur Sumatera Barat
Menurut M. Al-Kahfi, siswa SMPN 5 Padang Panjang yang menjadi juara 1 Matematika, “Perasaanku setelah mengalahkan banyak peserta lain sangatlah bangga dan senang. SMAPSiC 6 + Jr 2 2011 ini saingannya sangat banyak. Ujiannya pun berlangsung dengan sangat ketat. Tapi, Alhamdulillah, aku diberi kesempatan untuk menang.” Ucapnya sambil tersenyum kepada SMS.(*)

M. Rezki Achyana, Vicky Lowrenzo Ariechy,

Annisa, A S Oktriwina
dimuat di Singgalang Masuk Sekolah edisi Rabu, 2 Maret 2011

PILIH JUJUR ATAU TANTANGAN?

0 komentar
nah, ada temen2 yang suka maen jujur atau tantangan alias truth or dare? hmm.. ternyata permainan ini ada manfaat nya loh. yuk yuk lihat artikel nya


Jujur atau Tantangan? 
Oleh A S Oktriwina, SMA N 1 Padang

                Tentunya teman-teman mengenal permainan “truth or dare” atau yang biasa dikenal dengan permainan “jujur atau tantangan”. Permainan ini biasa dilakukan pada kegiatan kemping atau kegiatan-kegiatan lain dan biasanya dilakukan tengah malam (meski tidak ada hubungannya). Nah, kali ini kita akan membahas manfaat dari permainan ini.
                Permainan ini mengutamakan kejujuran dan keberanian dalam menjawab setiap pertanyaan atau tantangan yang diajukan. Dalam permainan ini, si “korban” dapat memilih ingin jujur atau menerima tantangan. Kalau si “korban” memilih untuk jujur, maka ia harus menjawab pertanyaan yang diberikan teman-temannya dengan jujur. Seperti “siapa yang kamu taksir” atau “siapa orang yang paling kamu  benci”. Nah, pertanyaan semacam ini biasanya menjebak dan terkadang bisa menyakiti perasaan orang lain, bukan? Namun disinilah letak tantangannya. Kita harus menjawab setiap pertanyaan sejujur-jujurnya.
                Nah, bagaimana kalau si “korban” memilih tantangan? Biasanya ini adalah pilihan untuk mengelak dari pertanyaan jujur yang tidak diinginkan. Dan biasanya tantangan yang diberikan kepada “korban” dibuat untuk mempermalukan si “korban” seperti “tembak si anu” atau “bilang kamu sayang ke dia” dan semacamnya. Tentunya ini akan membuat “korban” harus memenuhi tantangan yang diberikan. Jika tidak, maka si “korban” harus menerima hukuman yang tak kalah memalukan.
                Nah, sebenarnya apa manfaat permainan ini? Sangat banyak teman-teman. Permainan ini akan memaksa kita membuka diri dan menceritakan rahasia-rahasia yang seharusnya bisa dibagi dengan teman-teman kita meski dengan cara yang “sedikit” memalukan. Selain itu, permainan ini  bertujuan untuk mendekatkan kita dan teman-teman kita agar semakin akrab.
                Banyak kelompok, geng, atau kelas yang menggunakan trik ini untuk saling mendekatkan diri antar satu sama lain dan terbukti sukses menyatukan dan mengakrabkan mereka.
hmmm... gak nyangka yah, tenyata permainan iseng-isengan ini juga ada manfaatnya. So, pilih jujur atau tantangan?

Sebuah Keinginan

0 komentar
dimuat di SMS edisi Rabu 16 Februari 2011

Cerpen oleh Aulia Rahman, SMA N 7 Padang

“Titt… titt… titt…”
            Terdengar suara-suara aneh. Berdenging, berulang-ulang. Nyaring, mengiang-ngiang. Mirip suara jarum detik, tapi lebih tinggi dan terdengar bernada. Lagipula jarum detik bunyinya tik-tik-tik, bukan tit-tit-tit. Suara itu berbunyi lagi dan lagi, seakan tiada akan henti. Dan tak ada suara lain selain tit-tit-tit yang memekakkan telinga itu. Tak ada? Ya, tak ada. Hanya suara itu saja.
            
            Tidak, tidak. Samar-samar aku bisa mendengar suara lain. Suara denyut. Berangkai dua dua, mengalun dengan ritme yang sedikit bimbang, ragu-ragu. Mungkin karena hanya terdengar samar, kadang-kadang tak kedengaran. Suara apa itu? Rasanya pernah kudengar.

Hmmm… Oh, iya! Suaranya mirip suara degup jantung si Raka, saat kulekatkan stetoskop di dadanya waktu praktek di jam olahraga. Dulu, semasa SD.

           Ah, tapi dia kan sudah pindah ke Jakarta? Mustahil yang kudengar sekarang degup jantungnya. Apakah degup jantung ibu? Atau ayah? Atau Mira? Ah, kurasa itu juga tak mungkin. Aku tak punya stetoskop sekarang.
             
            Apa ini suara degup jantungku? Ya, ya. Mungkin suara degup jantungku. Sebab tak ada suara orang di sini, selain bunyi tit-tit-tit sial itu, belum juga mau berhenti. Lucu juga, suara tit-tit-tit dan suara degup jantungku bila disimak baik-baik seperti musik. Mungkin aku bisa bernyanyi?

            Ah, kenapa ini? Mulutku tak mau terbuka? Biasanya bibirku bergerak bila aku hendak bernyanyi, atau bersenandung. Tapi sekarang, kok tak bisa? Ah, biar kucoba sekali lagi. Ummph… Umphh… Iya! Benar-benar tidak bisa. Bahkan aku mulai merasa tak yakin mulutku ada. Benar-benar serasa tak ada. Ya Tuhan, kemana perginya mulutku?

            Ah, masa iya mulutku tak ada? Coba kuraba dulu. Urgh…! Urgh…! Kenapa ini? Kenapa tanganku juga tak bisa digerakkan? Urgh… iya! Tidak bisa. Masih tidak bisa bergerak. Bagaimana ini? Aduh, bagaimana ini?

            Ah, mungkin kalau aku membuka mataku, aku bisa melihat tanganku. Barangkali terkilir, makanya mati rasa. Baiklah, biar kucoba membuka mata. Aduh! Perih! Kenapa ini? Mataku juga tak bisa dibuka! Kenapa ini? Apa mataku terluka? Kenapa setiap kucoba untuk membukanya terasa perih?

            Ya ampun, apa-apaan ini? Kenapa ini bisa terjadi? Ah, pikiranku dan kecemasanku menumpuk di kepala, membuat kepalaku terasa berdenyut-denyut ngilu. Dan dahiku! Dahiku terasa ngilu sekali. Belum pernah aku merasakan hal ini. Kenapa ini? Ah, hatiku tiba-tiba terasa sedih. Dan di bawah dahiku terasa hangat, seperti ada yang mengalir. Air matakah? Mustahil, aku tak pernah menangis lagi sejak umur tujuh tahun, saat Jeki memukul kepalaku dengan tangkai sapu hingga bengkak.

            Mengalir lagi. Terasa seperti air. Berarti ini memang airmata. Aneh sekali! Mataku tak bisa terbuka tapi air mataku bisa keluar!

            “Mas! Mas! Arka menangis!!”
            Terdengar suara wanita menjerit – Oh ya, aku baru sadar. Ternyata semua bagian tubuhku tak terasa fungsinya kecuali telinga. Aku bisa mendengar – dan wanita itu masih menjeritkan kata Mas.

            Terdengar suara langkah-langkah kaki. Beriringan. Ada langkah berat dan langkah-langkah kecil. Hmm… mungkin lebih dari satu orang.

            “Reni, kamu jangan begitu. Aku paham kamu rindu sekali pada Arka. Tapi tak perlu sampai mengarang hal yang aneh-aneh begitu.” Suara pria itu terdengar parau.
            “Aku nggak bohong, Mas! Itu, lihat sendiri!”

            Terdengar lagi langkah kaki. Semakin dekat, bertambah dekat, dan aku merasa dahiku dibelai. Tangan yang hangat. Aku suka dibelai seperti itu. Dahiku yang tadi terasa ngilu perlahan mulai normal lagi.
            “Arka… Bangun lah nak… Ini Ibu. Ibu di sini nungguin kamu.”

            Ibu? Ya ampun, Ibuku! Ibuu!! Ingin aku berteriak, tapi mulutku masih tak terasa. Aku masih tak bisa bicara, apalagi berteriak. Tangan. Tanganku pun masih belum bisa digerakkan. Aku ingin memegang tangan ibu yang masih membelai dahiku. Ahh… tanganku tak terasa juga. Mata. Aku ingin melihat Ibu. Aku ingin melihat Ibuku. Arghh... Tapi mataku juga tak bisa dibuka. Semuanya masih gelap. Gelap sekali. Seperti malam hari di dalam kamar, tanpa lampu. Benar-benar gelap, tak ada yang bisa dilihat selain hitam.

            “Arka, bangunlah. Ini Ayah. Ini ayah nak.”
            Terasa sebuah tangan lagi. Yang ini rasanya agak kasar dan kaku, tapi juga hangat. Seperti tangan ibu. Ayah! Ayahku! Oh, Aku ingin sekali melihat ayah. Aku ingin sekali menggenggam tangan ayah. Aku ingin sekali bilang, “Ayah, Arka sayang Ayah”. Tapi tak bisa. Mata, tangan dan mulutku masih tak bisa diapa-apakan.

            “Kak, ayo bangun. Aku kangen kakak,”
            Siapa itu? Kedengarannya seperti suara seorang gadis. Siapa? Kenapa dia memanggilku kakak? Aku tak punya adik sebesar itu kan? Adikku Mira masih cadel, umurnya baru tiga setengah tahun. Oh, mungkin ini temanku, atau anak tetangga?

            Ah, di sekitarku telah berkumpul keluargaku. Keluarga yang sangat aku sayangi. Tapi aku tak bisa apa-apa sekarang. Mulutku tak bisa bicara. Tanganku tak bisa digerakkan. Dan mataku, belum bisa kugunakan untuk melihat mereka. Bagaimana caranya mengatakan “Aku sayang kalian.” kepada mereka? Bagaimana caranya memberitahu mereka bahwa aku mendengar mereka bicara?

            Ah, tiba-tiba hatiku menjadi sedih lagi. Dadaku terasa sesak, menahan kesedihan. Dan tanpa kusadari, ada air lagi yang mengalir di pipiku.
            “Ayah! Ibu! Kakak menangis!” gadis itu menjerit histeris.
            “Arka, ini Ibu nak. Ini ibu”
            “Di sini juga ada Ayah, nak”
            “Kak, Aku juga di sini. Ayo bangun”

            Dan suara orang-orang di sekitarku menjadi-jadi. Berulang-ulang. Berkali-kali namaku disebut. Aku mendengar mereka. Aku ingin mereka tahu itu. Tapi aku masih belum bisa. Lagi-lagi aku hanya bisa mengeluarkan airmata. Mereka semakin histeris bicara, memanggil-manggilku untuk bangun. Ah, kepalaku jadi ngilu. Berdenyut-denyut. Sakit.

            Terdengar suara pintu terbuka, dan suara ibu terdengar lagi, “Dokter! Arka mengeluarkan air mata! Apa itu tanda dia telah sadar?”

            Hening. Tak terdengar suara jawaban. Kali ini suara ayah yang terdengar, dengan pertanyaan yang sama. Tapi masih hening, tak ada jawaban.

            Saat suara gadis yang memanggilku kakak tadi terdengar juga, dengan pertanyaan yang masih sama, barulah terdengar suara lain. Suara wanita yang sudah berumur.
             “Mungkin dalam matanya ada debu, sehingga air matanya secara alami keluar,”
            “Tapi Dok, kalau dia menangis berarti dia sudah sadar, kan?” Ibu bersikeras.
            Hening lagi. Lalu dokter menjawab, “Mungkin begitu bila matanya terbuka. Tapi ini…”
            Ah, aku sudah sadar kok! Aku bisa mendengar kalian semua! Aku bisa mendengar dokter, ibu, ayah dan gadis itu bicara. Aku sudah sadar, hanya saja aku tak bisa membuka mata!
            Terdengar suara pintu ditutup, dan suara ibu menangis sesenggukan.
            “Arka. Bangun lah, Nak. Ibu ingin dengar kamu memanggil ibu. Seperti terakhir kali sebelum…” Suara ibu berhenti sejenak, “Sebelum tawuran yang sial itu.”
           


Ya Tuhan. Aku ingat sekarang. Kemarin sekolahku diserang, oleh sekawanan siswa sekolah lain. Mereka melempari sekolahku dengan batu, membuat kaca di kelas yang paling ujung di dekat gerbang sekolah pecah. Murid-murid perempuan menjerit-jerit, dan kami para murid lelaki tak bisa tinggal diam.

            Itu kali pertama aku ikut tawuran. Awalnya aku tak mau, karena ibu pernah berpesan agar aku tak boleh ikut-ikutan tradisi tawuran antar sekolah itu. Tapi karena Joyo si ketua kelas memaksa semua murid ikut menyerang balik, aku tak bisa menolak. Dimana harga diriku bila aku tak ikut berjuang membela sekolah? Aku tak mau dianggap banci oleh teman-teman. Bisa-bisa aku tak punya teman lagi.

            Ternyata tawuran itu tak seseram yang dikatakan ibu. Menurut ibu, tawuran itu membahayakan keselamatan, karena seringkali ada yang membawa senjata. Buktinya tidak. Aku dan teman-teman merasa senang membalas lemparan batu. Aku merasa seperti pahlawan, dapat membela sekolah kami. Dapat menghancurkan sekolah musuh.
            Menurut ibu, orang yang ikut tawuran itu akan ditangkap polisi, karena seringkali senjata yang dibawa pelaku tawuran itu melukai orang lain. Nyatanya tidak. Aku dan teman-teman hanya melempari sekolah musuh kami dengan batu. Memecahkan jendela-jendelanya, atau membuat gaduh dengan membidik atap-atapnya.

            Tapi, aku kaget saat beberapa temanku mengeluarkan bermacam-macam benda dari dalam tas mereka. Pisau-pisau kecil, ketapel, ikat pinggang bergagang plastik keras dengan kepala baja, senapan mainan berpeluru paku, dan… Ya ampun! Ada samurai juga!

            Tentu aku memprotes mereka, karena itu bisa melukai orang lain. Salah-salah ternyata musuh juga membawa senjata yang sama, dan bila ada teman mereka yang terluka oleh pihak kami, maka kami juga berkemungkinan akan dilukai. Atau bisa-bisa kami ditangkap polisi. Tapi teman-temanku bilang, senjata itu hanya untuk berjaga-jaga.

            Dan aku panik, saat gerombolan tawuran berteriak. Saling mendekat mengacungkan senjata masing-masing. Aku tak bergerak dari tempatku, hanya bisa menatap dengan tubuh gemetaran. Dari kejauhan bisa kulihat satu dua orang yang berkelahi di depan sana berdarah! Berdarah!

            Ibu benar! Apa yang dikatakan ibu benar! Tawuran itu berbahaya! Aku harus segera lari, harus! Sebelum semuanya terlambat. Aku harus segera pergi dari sini, batinku.

            Tiba-tiba terdengar sirine polisi. Aku makin panik. Bagaimana ini? Kalau aku ditangkap juga, habislah aku. Bisa-bisa ibuku ikut dibawa-bawa. Tidak. Aku harus segera bersembunyi! Tak sempat lagi berlari. Aku harus sembunyi!

            Bisa kulihat gerombolan tawuran itu berhamburan, berlarian ke segala arah. Sebagian mencari gang dan rumah-rumah penduduk sekitar untuk bersembunyi. Ah, aku bersembunyi di rumah berpagar putih itu saja. Kelihatannya tidak ada orangnya. Mungkin tak ada yang akan menemukan kalau aku bersembunyi di sana.
             Segera kulompati pagar itu. Oh, tidak! Ada dua orang murid sekolah musuhku tengah bersembunyi pula di sana. Tangan mereka berdarah, sepertinya tergores pisau saat berkelahi tadi. Mereka berdiri, mengambil ancang-ancang ingin mengejar, membuatku segera berlari. Gawat kalau sampai mereka mendapatkanku. Bisa-bisa aku jadi bulan-bulanan. Bisa-bisa aku dilukai sebagai pembalasan sikap teman-temanku terhadap mereka.

            Ah, sekarang aku harus berpikir puluhan kali untuk mengingat teman-temanku sebagai teman. Mereka menjerumuskanku! Mereka menyebabkan aku mengalami hal ini. Aku tak mau berteman dengan mereka lagi! Dan secepat kubisa aku berlari, dan berlari. Hingga sebuah rumah tak berpagar sekonyong-konyong muncul di hadapanku. Baiklah, aku bisa bersembunyi di sana. Aku pasti aman dari polisi maupun musuh-musuhku.

            Sesaat aku terkesiap, saat mencari tempat bersembunyi di belakang rumah itu. Segerombolan murid sekolah musuhku juga tengah bersembunyi di sana. Aku berusaha lari lagi, tapi mereka memegangiku. Kepalaku dihantam sebuah benda yang keras, dan aku tak ingat apa-apa lagi.
           

            Kurasakan air hangat meleleh lagi ke pipiku. Kalau begitu gara-gara tawuran itulah sekarang aku di sini. Terbaring di rumah sakit, dengan mata tak bisa dibuka, tangan dan kaki yang tak bisa digerakkan, dan mulut yang tak bisa berkata-kata. Sayup-sayup masih kudengar suara isakan ibu, disertai penyesalannya membiarkanku ikut dalam tawuran itu. Perlahan makin kabur, tapi masih kudengar ibu menyebut-nyebut soal geger otak dan lumpuh. Dan sebelum semuanya makin kabur, sempat kudengar ayah menenangkan ibu, dan memintanya kembali bersabar seperti yang telah mereka lakukan lima tahun ini, selama aku koma.

 Oh, tidak! Apakah yang geger otak dan lumpuh itu aku? Dan apakah… Aku telah lima tahun di rumah sakit ini, membuat orang tuaku menunggu? Bukannya tawuran itu baru kemarin? Tapi kenapa ayah bilang, lima tahun mereka bersabar menungguku sadar dari koma? Kalau begitu… Apa suara gadis tadi memang benar Mira, adikku yang dulu masih cadel? Ya Tuhan, benarkah demikian…?

Air mataku mengalir lagi. Bisa kurasakan hangatnya menjalari pipiku. Maafkan aku, ibu. Maafkan aku, ayah. Maafkan kakak, Mira. Ah, aku ingin segera bangun dan minta maaf. Tapi mulutku terkunci, suaraku tak keluar. Tangan dan kakiku masih tak bisa digerakkan, dan mataku masih tak bisa dibuka. Kulakukan segala cara untuk membuat mereka tahu aku telah sadar dan dapat mendengar mereka. Aku punya keinginan. Aku ingin segera minta maaf, sebelum aku...

Ah, kenapa ini? Tiba-tiba rasanya sulit bernafas. Dadaku terasa sesak. Badanku mulai terasa panas, dan rasanya makin sulit bernapas. Ada apa ini? Rasanya makin sesak! Nafasku habis! Aku masih ingin bicara pada keluargaku! Aku masih ingin minta maaf!
***

dimuat juga di Auls Home, temukan kesehariannya!

CINTA DI UJUNG ASA

0 komentar
Cerpen oleh A S Oktriwina, SMA N 1 Padang

“Klub fotografi? Di Bandung ini?” dahi Kristal berkenyit. Rizal mengangguk, “memang nggak populer sih, soalnya masih baru. Tapi anggotanya banyak yang udah pro. Kamu bisa belajar banyak sama mereka” terangnya. Kristal hanya mendengarkan sambil menyantap steak iga yang dipesannya.
            “Aku kenal dengan salah satu anggotanya. Aku bisa kenalkan dia ke kamu kalo kamu mau” sambungnya.
            “Mau kak! Mau banget!” sahut Kristal antusias. Rizal tertawa, “Namanya Aulia. Satu kampus denganku. Kalo kamu mau ketemu sama dia, kita ketemuan di café ini besok” Mata Kristal berbinar. Bergabung di klub fotografi dan merintis karir sebagai fotografer professional memang sudah jadi impiannya sejak lama. Dan sekarang impian itu akan terwujud.
            “Beneran kak? Sip! Di café ini jam 1 seperti biasa kan?” tanya Kristal. Rizal mengangguk,  menyeruput lemon tea yang tersisa dari gelasnya. “Be ontime ya. Kamu suka ngaret belakangan ini” ledeknya. Kristal tertawa, “belakangan sibuk les kak. Makanya jadi susah ontime” terangnya sambil beranjak meninggalkan kursi. “Aku cabut duluan ya kak. Ada les” pamitnya. “Aku anter ya?” tawar Rizal. Kristal hanya mengangguk.
            ***
            Kristal terdiam, wajahnya kusut dan bekas airmata masih terlihat jelas di pipi tirusnya. Ia terus memeluk boneka beruang kesayangannya dengan tangan kiri sementara tangan kanannya menggenggam erat handphonenya. Di layarnya tertera nama kontak yang akan dipanggilnya, ‘Kak Rizal’. Kristal menghela napas panjang sebelum memencet tombol panggil pada handphonenya.
            “Halo, Kristal?” terdengar suara lelaki di seberang sana, suara yang sangat akrab di telinga Kristal. “Kak, aku.. aku kayaknya nggak jadi gabung ke klub fotografi itu kak” airmata kembali menggenang kala Kristal berbicara. Dari seberang, terdengar suara desahan panjang Rizal, “kenapa?” Kristal mendesah, ia membenci alasan ini. “Ayah nggak ngizinin aku kak. Katanya, calon dokter nggak boleh ikut klub fotografi” kini airmatanya mengalir kembali. Ia bisa mendengar desahan panjang Rizal dari ujung sana, terdengar kesal dan putus asa.
             “Lalu sekarang gimana?” tanya Rizal. “Tetap lanjut ikut klub fotografi itu atau nggak? Semuanya terserah kamu” Kristal mendesah, putus asa. “Nggak tau deh kak, aku pikirin dulu. Nanti aku kabarin lagi”
            “Yah, terserah kamu. Lebih baik sekarang kamu pikirin aja baik-baik” Kristal tersenyum, namun tentu saja Rizal tak bisa melihatnya. “Ya, akan kupikirkan” jawabnya. “Sudahlah, tidur sana. Sudah larut. Nanti kutu ranjang menggigitmu” Kristal tergelak, inilah yang ia suka dari sepupunya yang hanya beda setahun darinya. Humor disaat ia benar-benar suntuk. “Iyaaa. Thanks kak, good night” ucapnya sebelum memutuskan sambungan telepon.
Sekarang bagaimana, pikirnya. Kristal terus memikirkan berbagai kemungkinan dan resiko yang akan ia hadapi bila tetap pada pendiriannya, mengikuti klub fotografi. Kristal terus berpikir hingga tertidur.  Namun tekadnya telah bulat, sebulat bakso sapi kegemarannya.
            ***
            Kristal mengaduk-aduk capuccino sambil melirik arlojinya sesekali. Setengah dua, batinnya. Kristal menyeruput capuccino yang sudah tinggal setengah. Bosan, ia mengeluarkan BBnya dan mulai berselancar di dunia maya. Membuka facebook dan twitter untuk sekedar mengusir rasa bosan.
            “Hoi! Uda nunggu lama?” Kristal mendongak, dihadapannya ada Rizal yang tersenyum lebar dan seseorang di belakangnya, tampak tersenyum lembut. Kristal hanya diam, menyeruput habis sisa cappuccino.
            “Kok diem aja? Sori deh aku telat. Tadi ada kuliah tambahan. Oya, kenalin nih, ini Aulia, temen kuliahku” Kristal menatap lelaki yang tegak di samping sepupunya itu. “Hai, panggil Aul aja” sahut Aulia sambil mengulurkan tangan. Kristal tersenyum, menyambut uluran tangan Aulia “Kristal”
            “Uda mesen?” tanya Rizal. Kristal mengangguk sambil memainkan cangkir capuccino yang sudah kosong. Rizal terkekeh, “Sori deh. Mau mesen lagi nggak? Lu Ul? Mau pesen apa?” tanyanya sambil membuka daftar menu. Aulia menjulurkan kepalanya, melihat sekilas daftar menu di tangan Rizal. “Gue milkshake coklat aja” ujarnya. “Kamu Kris?” tanya Rizal. “Lemon tea aja”
 Rizal mengangkat tangannya memanggil pelayan. Setelah pelayan datang, Rizal menyebutkan pesanan mereka, dua gelas lemon tea, segelas milkshake coklat, dan sepiring ketang goreng.
So, uda yakin mau ikut klub fotografi?” goda Rizal. Kristal mengangguk, tampak sangat bersemangat. “Tell me more about it” Rizal tergelak. “Nih, uda ada ahlinya” katanya sambil melirik Aulia, “tanya-tanya gih sana” Kristal hanya memandang penuh harap pada Aulia. Aulia yang sedari tadi diam, tak ayal menjadi salting ditatap seperti itu oleh gadis yang baru dikenalnya.
“Eh, yah, klub fotografi kita aktifitasnya ngumpul, cari objek bidikan, pelatihan untuk fotografer pemula, yah, semacam itu deh” terangnya. Mata Kristal berbinar senang, inilah yang dicarinya! “Trus kalo mau gabung gimana kak?” tanyanya. “Ya datang aja, nggak ada istilah masuk dan keluar kok di klub ini. Kamu tinggal datang dan ikuti kegiatannya aja” Kristal semakin senang, berbagai pertanyaan terlontar dari mulutnya. Dan tentu saja, Aulia dengan senang hati menjawabnya. Saking serunya, mereka bahkan tak sadar Rizal masih memperhatikan mereka sambil mencomoti kentang goreng yang sudah disajikan pelayan sedari tadi.
“Ini kentang goreng gue abisin ya?” celetuknya. Kristal dan Aulia terdiam, menatap Rizal yang masih anteng menyantap kentang gorengnya. “Eh, semprul lu. Bagi bagi dong” protes Aulia. Rizal tergelak, “makanya jangan ngomong berduaan aja, gue dikacangin” ledeknya. Namun ledekannya sukses membuat pipi Kristal dan Aulia memerah. Rizal tertawa keras, “yasudah, pulang yuk. Uda sore gini. Ul, lu pulang sendiri ya, gue mau antar Kristal” Aulia mengangguk, “See you on club’s meeting” pamitnya pada Kristal.
***
            Kristal menatap gugup kumpulan fotografer yang tengah berkumpul di lapangan Gasibu, disebelahnya Aulia tersenyum melihat tingkahnya. “Tenang aja, mereka nggak makan manusia kok” kelakarnya. Kristal memanyunkan bibirnya, mendelik kesal kepada teman sepupunya itu.
            “Yakin nih, nggak papa aku main masuk aja?” tanyanya. Aulia tergelak, “ya nggak papa lah. Kami malah seneng ada tambahan anggota baru. Yuk, gabung” Kristal mengangguk, manut.
            “Guys! Kenalin, ini anggota baru kita, Kristal. Kristal, ini anggota dari klub fotografi kita. Delon, Nico, Friska, Michy, Brian, Raihan, Nick, dan yah, aku sendiri” Semua anggota klub melambaikan tangannya dan ber-say hi pada Kristal. “Kirain anggotanya cowok semua, ternyata enggak” komennya.
            “Ya nggak lah. Cewek atau cowok sama aja, asal jangan banci aja” kelakar Michy. “Tapi kita senang, ada cewek yang mau gabung di klub kita. Dulu cuma ada gue dan Friska doang yang cewek” sambungnya. Kristal tersenyum lega, merasa nyaman mengetahui ada cewek lain yang juga menyukai fotografi, sama sepertinya. Tak perlu menunggu waktu lama, dirinya telah membaur dengan anggota klub fotografi lainnya.
***
            Sudah sebulan Kristal bergabung di klub fotografi, dan sudah sebulan pula ia dekat dengan Aulia, teman dekat sepupunya. Dan selama itu pula ia merasakan getaran lain  dalam hatinya, entah mengapa.
            “Lo deg-degan mulu tiap ketemu dia?” Kristal mengangguk. “Kalo dia deket-deket ama lo, lo berasa jantung lo bakalan copot?” Kristal mengangguk lagi, “Kok lo tau sih Yi?” Sahabatnya, Ayi  tersenyum misterius. “I got it! Lo naksir dia!” tebaknya.
            Kristal membulatkan matanya, kaget. “Naksir?” Ayi mengangguk girang, “akhirnya, gue tau lo normal Kris, lo cuma belum pernah jatuh cinta” Kristal menggeleng cepat. “Nggak mungkin!” sangkalnya. “Masa gue naksir kak Aul sih, ngaco abis lu” Ayi tersenyum simpul, “love is blind honey, cinta datang kapan aja, dimana aja, pada siapa aja, kalo cupid uda bertindak, nenek lampir juga bisa jatuh cinta”
            “Ngaco!” gerutu Kristal, berusaha menyangkal, meski harus diakuinya, perkataan sahabatnya itu ada benarnya. “Sudahlah, aku pergi dulu. Kak Aul mengajakku mencari objek bidikan yang bagus di Lembang” Ayi hanya tersenyum penuh arti, “Dia ngajakin lo nge-date­?” ledeknya. “It’s not a date, but a hunting
            “Coba cari fokus yang pas, kalo ini terlihat buram dan  nggak fokus” komentar Aulia, Kristal mengarahkan kameranya lagi, mencari objek dengan fokus yang pas untuk dibidik. Jepret! Satu gambar lagi berhasil ia bidik. Kali ini Kristal tampak sangat puas dengan hasilnya.
“Coba aku lihat” Aulia mendekatkan dirinya kepada Kristal, melihat gambar yang terpampang dalam layar kamera Kristal. “Bagus, kamu fast learner ya?” pujinya. Tangannya bergerak meraih kamera Kristal agar dapat melihat gambar tersebut lebih jelas, hingga tanpa sengaja tangannya menyentuh tangan Kristal. “Eh, sori” ucapnya sambil menarik tangannya. Kristal mengangguk, menurunkan kameranya dan menunduk malu. Serempak, pipi mereka merona merah dan jadi salah tingkah. “Kita pulang aja yuk, uda makin sore” kata Aulia. Kristal mengangguk, menjajari langkah Aulia yang bergerak meninggalkan taman. Senja ini di taman stroberi Lembang, Kristal merasakan hatinya bergetar aneh.

***
            Kristal membuka pintu rumahnya perlahan, agar tak ada yang mendengarnya pulang. Hari sudah semakin larut saat ia kembali. Ia tahu ayahnya akan marah jika tau ia pulang larut, apalagi jika ayahnya tahu ia pergi ke Lembang untuk memotret.
            “Dari mana saja kamu?” Kristal terlonjak kaget. Dihadapannya, ada ayahnya yang tampak marah sekaligus lega. “A-aku… aku dari rumah teman” jawabnya tergagap. “Dari rumah teman? Bawa kamera? Kamu pergi memotret lagi? Iya?” Kristal menunduk, membantah perkataan ayahnya sama saja masuk ke kandang singa, membuatnya semakin murka.
            “Sudah berapa kali ayah bilang, jangan pergi memotret lagi, apalagi sampai masuk klub fotografi seperti yang kamu bilang dulu. Mau jadi apa kamu? Fotografer? Kamu itu calon dokter Kristal, bukan fotografer!” cecar ayahnya. Kristal ingin sekali membantah, tapi ia hanya diam. “Sekarang, masuk kamar! Dan kameramu ayah sita! Kamu tidak boleh memotret lagi. Selamanya!” Airmata Kristal menetes deras. Ia tidak bisa lepas dari kamera kesayangannya, fotografi adalah hidupnya.
Kristal menumpahkan kekecewaannya di kamar. Menangis dan merutuki keputusan ayahnya. Ia ingin berontak, mengikuti kata hatinya. Tapi ia tahu, membantah ayahnya malah membuatnya semakin sulit. Dalam hening, bulir demi bulir airmatanya jatuh melepaskan segala emosinya.
***
            Aulia memainkan gitarnya tak beraturan. Matanya menerawang jauh dari jendela kamar kosnya. Seakan teringat sesuatu, ia mengobrak-abrik tasnya dan mengambil sebuah kamera. Dengan penuh senyum diperhatikannya setiap foto yang tersimpan dalam memori kameranya
            “Woi! Senyum-senyum sendiri, kesambet dimana lu?” Aulia mendongak, dihadapannya Rizal sudah berpakaian ala pembalap, lengkap dengan sebuah helm di tangannya. “Lo mau balapan lagi?” Rizal tersenyum lebar. Aulia menggeleng, “Mau sampai kapan Zal? Lu nggak tega liat sepupu lu diboongin mulu. Lagian, apa lu nggak takut. Balapan liar kan bahayanya banyak Zal” Rizal tersenyum, “Ini yang terakhir Ul, setelah itu gue bakal fokus total ama kuliah” ujarnya sambil berlalu. Tak lama, deru motor terdengar dari luar. Aulia mendesah, meneruskan lamunannya.
            Deringan ponsel mengehentikan lamunannya, dengan malas ditempelkannya kotak kecil itu di telinganya. Namun serentetan kalimat mampu membuatnya berpindah tempat dari kosannya.
            Aroma alkohol dan obat-obatan menyeruak ke permukaan. Decit roda menambah suasana mencekam. Aulia berlari diantara lorong-lorong yang di cat putih itu. Di ujung lorong tampak seorang gadis tengah menangis sambil menutup wajahnya. Disampingnya, ada seorang suster yang tengah menghiburnya.
            “Kristal?” sapa Aulia. “Gimana keadaan Rizal?” Kristal menggeleng, mengusap sisa-sisa airmatanya. “Nggak tau kak, sejak tadi dokter belum keluar. Aku takut kak Rizal kenapa-napa kak” Kristal mulai  terisak lagi. “Aku yakin dia nggak papa Kris, tenang aja” ucap Aulia menenangkan.
            Pintu bercat putih itu bergerak, atau tepatnya digerakkan oleh seseorang, membuat Kristal dan Aulia menahan napas seketika. Seseorang berjas putih, berkalungkan stetoskop keluar dari pintu itu. Pada wajahnya tampak segurat raut sesal, membuat jantung Kristal dan Aulia semakin berpacu memompa darah.
            “Kakak saya gimana dok?” tanya Kristal berharap cemas. Dokter muda itu melepas kacamatanya sebelum membuka mulut, “Maafkan saya, pendaharannya terlalu hebat dan dia kehilangan banyak darah. Kami tidak bisa menyelamatkannya” Seketika waktu terasa berhenti berputar bagi Kristal, ia limbung. Untunglah Aulia dengan sigap menangkapnya sebelum gadis itu jatuh menimpa tanah.
***
            Aroma melati dan tanah basah menyeruak hidung para pelayat. Lantunan demi lantunan kalimullah mengiringi sang insan kembali ke peraduan abadinya. Isak tangis pun ikut mengantarnya menuju peristirahatan terakhirnya. Tak kecuali Kristal, matanya masih sembab bekas menangis semalam. Disampingnya Aulia berjalan sambil menunduk. Menyesali kepergian sahabatnya yang meninggal dengan cara yang sangat tidak diinginkannya, meninggal di arena balap liar.
            Taburan bunga mengakhiri prosesi pemakaman Rizal. Para pelayat satu persatu menghilang, meninggalkan Kristal yang bersikukuh untuk tinggal sedikit lebih lama. Meski airmatanya telah mengering, namun raut sedih masih terlukis di wajahnya. Disampingnya, Aulia meremas tanah basah yang menutupi makam. Seolah tak rela sahabatnya pergi terlalu cepat.
“Kristal, sekarang uda sore banget. Kita pulang aja yuk” ajak Aulia. Kristal mengangguk, menjajari langkah Aulia yang mulai meninggalkan area pemakaman.
***
            Kristal melingkari sebuah angka di kalendernya. Sudah sebulan, batinnya. Kristal membaca ulang surat yang ditulisnya, memastikan tak ada yang salah dalam tulisannya. Lama dibacanya kertas itu hingga akhirnya ia meletakkan kertas itu di atas kasur sebelum meloncat dari jendela kamarnya.
            PRANG! “Astaghfirullah” ucap Aulia. Matanya menatap nanar gelas yang entah mengapa pecah sendirinya. Dirinya teringat akan mitos lama yang sering diucapkan ibunya. “Kalo ada gelas pecah, artinya ada orang terdekat kita yang meninggal” Keringat dingin mulai bercucuran. Dengan cepat disambarnya kunci motor sebelum melesat keluar.
            Kristal menatap jurang di hadapannya. Menghela napas, berharap semua masalah akan selesai karenanya. Namun belum sempat dia menjatuhkan diri, sebuah tangan menahan dan menariknya menjauh dari jurang. “Kau gila ya?” bentak pemilik tangan itu. Kristal tersentak, mengenali suara yang membentaknya, suara yang sebulan ini tak pernah di dengarnya.
            “Kamu berubah Kristal, handphonemu nggak pernah aktif, pertemuan rutin pun kamu nggak pernah hadir. Kamu menghilang. Dan sekarang kamu mau bunuh diri? Kamu mau bikin aku sakit jiwa?” Kristal tertegun, merenungi rentetan kata yang keluar dari mulut lelaki yang diam-diam dicintainya.
            “Memangnya aku peduli!? Ayah sama ibuku saja nggak pernah peduli. Terus kenapa kakak harus peduli!?” Kristal tak kalah membentak. “Nggak ada yang ngertiin aku, nggak ada yang paham keinginanku, nggak ada yang peduli sama aku, nggak ada yang sayang aku, nggak..”
            “Aku sayang kamu! Kamu ngerti nggak sih!?” bentakan Aulia kembali membungkam Kristal. “A-apa kata kakak tadi?”
            “Aku sayang kamu Kristal, tolong jangan siksa aku seperti ini” ulang Aulia. Kristal terdiam,  bukan karena bentakannya, namun karena kata yang diucapkan sahabat sepupunya itu. Apakah cintanya tak bertepuk sebelah tangan?
***
Padang, 5 January 2011
(Terima kasih untuk Aa’ Indra Permana, Kak Dwimas Anggoro, Kak Utami Irawati, dan Arief Rayyan Pratama yang terus memberiku suntikan semangat. Dan terima kasih yang sebesar besarnya untuk pembaca yang sudah meluangkan waktunya membaca cerpen saya yang sedikit tidak jelas ini)
DIMUAT DI SINGGALANG MASUK SEKOLAH EDISI RABU 12 January  2011


***
dimuat juga di Catatan Jurnalis Gila dan temui kesehariannya di Secangkir Cerita

DIBALIK SUNNAH RASULULLAH SAW

0 komentar
teman teman pasti tahu bahwa setiap hadist Nabi SAW pasti ada manfaatnya. nah, kali ini dalam rangka Maulid Nabi SAW, SMS akan mencoba membahas salah satu hadist Nabi tentang kebersihan. cekidot!
Sekiranya aku tidak memberatkan umatku atau manusia seluruhnya, maka akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap shalat.” (HR. Al-bukhari dan Muslim)
Hadist ini adalah perintah bagi setiap muslim untuk bersiwak atau membersihkan gigi dan mulut. Tujuannya tak lain agar mulut tetap bersih dan segar menggunakan akar pohon tanaman ini. Namun tahukah teman, ternyata siwak memiliki banyak sekali manfaat.

Di era 20an ini, peneliti menemukan banyak sekali manfaat dari tumbuhan yang disebutkan hadist Nabi ini. Salah satunya adalah mencegah penyakit kanker. Para peneliti telah menemukan berbagai unsure pencegah kanker dalam akar tumbuhan ini. Selain itu, akar tanaman siwak ini juga bermanfaat menjaga gusi dari radang akibat minyak yang dihasilkan akar ini. Akibatnya, banyak perusahaan yang akhirnya menggunakan siwak sebagai salah satu bahan dalam olahan pasta gigi untuk pencegahan atau pengobatan rahang gigi.

Dan ternyata, siwak juga bermanfaat mencegah gigi dari pembusukan secara sempurna. Inilah rahasia dari penduduk asli daratan barat Afrika dan sebagian kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah terserang penyakit pembusukan gigi atau radang gusi.


nah, bagaimana teman-teman? ternyata siwak itu memiliki manfaat yang sangat besar ya? nggak salah kalau banyak produsen pasta gigi yang memakai siwak sebagai salah satu bahan baku pasta gigi mereka. nah, teman-teman, ada yang berminat mencoba bersiwak? (dirangkum dari berbagai sumber)


regards,
-a s oktriwina-

CURHAT DI RAPAT SMScrew 5 Februari 2011

0 komentar
alhamdulillah akhir nya bisa ngupdate lagi. hihihi

maaf para fans pembaca setia SMS, jadi nunggu lama update-annya. admin juga uda dirongrong SMScrew yang lain untuk update. hihihi...

oke, kali ini admin mau cerita....

cerita apa ya? o.o

kali ini cerita cinta di rapat SMScrew dua minggu yang lalu *wew, uda lama yak?*

oke, berhubung admin datang nya ngaret pas-pasan (baca: baru datang pas rapat akan segera dimulai), jadinya admin gak tau ngapain aja SMScrew sebelumnya. hhe *nyengir*

jadi pas admin datang baru membahas evaluasi, dan juga sedikit tambahan ilmu yang diberikan bang boss utk SMScrew tentang penulisan berita.

dan setelah itu dimulai lah rapat serius membahas tema dan pembagian tugas untuk sebulan kedepan, berikut penjabarannya


9 FEBRUARY 2011
TEMA    : MENGAPA VALENTINE DIRAYAKAN
IKON     : AWIN
SPEAK UP            : INDRIA
LAPORAN KHUSUS       : KELOMPOK 1
ARTIKEL                : LAILATUL HILMI
CORNER               : INTAN
GURUKU             : DODI
ARTIKEL : KIKI
KOLOM PINTAR            : VICKY, DILA
DEAR DIARY       : DIRA
FEEL THE BEAT   : SILVIA
ARTIKEL BEBAS  : AULIA RAHMAN, FARIS
TIPS       : NOVAL, SUCI
HANG OUT         : HANA
TRENZ   : RIZA, DEWI
ENGLISH CORNER : ELFI
 16 February 2011
TEMA    : MAULID NABI
IKON     : HANA
SPEAK UP            : INDRIA
LAPORAN KHUSUS       : KELOMPOK 2
ARTIKEL                : OKTARINA
CORNER               : NOVAL
GURUKU             : VICKY
ARTIKEL : SUCI
KOLOM PINTAR            : AWIN, SILVIA
DEAR DIARY       : INTAN
FEEL THE BEAT   : ELFI
ARTIKEL BEBAS  : IRMA GARNESIA, RIZA
TIPS       : KIKI, AULIA RAHMAN
HANG OUT         : DIRA
TRENZ   : HIMNI, DEBBY
ENGLISH CORNER : FIONI

23 February 2011
TEMA    : JANGAN BERTENGKAR LAGI
IKON     : HIMNI
SPEAK UP            : SUCI
LAPORAN KHUSUS       : KELOMPOK 3
ARTIKEL                : NOVAL
CORNER               : DILA
GURUKU             : RIZA
ARTIKEL : INTAN
KOLOM PINTAR            : SILVIA
DEAR DIARY       : OKTARINA
FEEL THE BEAT   : IRMA GARNESIA
ARTIKEL BEBAS  : AWIN, DEBBY, DODI
TIPS       : VICKY, ELFI, AULIA
HANG OUT         : FARIS, DEWI
TRENZ   : INDRIA, HANA
ENGLISH CORNER : KIKI  
3 MARET 2011
TEMA    : PELAJAR BERBISINIS
IKON     : RIRI
SPEAK UP            : SILVIA
LAPORAN KHUSUS       : KELOMPOK 4
ARTIKEL                : DODI
CORNER               : INTAN
GURUKU             : DIRA
ARTIKEL : HIMNI
KOLOM PINTAR            : OKTARINA
DEAR DIARY       : VICKY
FEEL THE BEAT   : RIZA
ARTIKEL BEBAS  : NOVAL, ELFI, AULIA
TIPS       : DEBI, KIKI
HANG OUT         : AWIN , SUCI
TRENZ   : IRMA GARNESIA, INDRIA
ENGLISH CORNER : DILA
 P.S: YANG GAK DAPAT TUGAS BERARTI DAPAT TUGAS BERITA SEKOLAH, SEMUA TUGAS KIRIM KE eriandi@hariansinggalang.co.id SEBELUM JAM 12 SIANG! TERUTAMA YANG DAPAT PJ DI HALAMAN 1 (SEPERTI IKON, SPEAK UP, LAPUT)

nah, dirapat ini juga SMScrew sempat bercanda2 lho. jangan salah, di rapat kali ini kita ngeledekin username twitter-nya Kiki (M Rezki Achyana) @kinyet yang memang sudah jadi panggilannya dia saat ngobrol di facebook. hha. dan juga memilih Awin dan Hana sebagai sekre dan bendahara SMScrew. nah, semenjak rapat inilah, blog SMS dibentuk dan ditangani sepenuhnya oleh A S Oktriwina (Awin) untuk postingan dan Aulia Rahman (Aul) untuk design (klik nama mereka dan temukan mereka di facebook dan twitter). jadi, kalo ditanya kapan ultah nya blog SMS, ya tanggal 5 Februari. hohoho

hmm... rapat bulan depan, ada apa aja ya?

regards,
-a s oktriwina-